By Nurul Khujjah, Image: Edited By Peduli Madrasah |
Sahabat guru yang berbahagia, khususnya para Pimpinan di sebuah lembaga Pendidikan, merubah pola pikir memang tidak semudah membalik telapak tangan tapi juga tidak sesulit memindah sebuah gunung, selama kita punya niat yang baik dan tulus, serta mau terus berusaha dengan sungguh-sungguh yaqinlah Allah akan menyertai kita.
Saya berani bicara seperti ini karena saya sudah membuktikannya: Saya mau sharing nih….. bagi yang berkenan membaca, monggo…. semoga tulisan ini ada manfaatnya.
Setelah menikah pada tanggal 22 September 1994, saya tinggal di rumah suami yaitu di desa Canggu, saat itu Kecamatannya ikut Pare, sekarang ikut Badas Kab. Kediri. Keadaan ekonomi masyarakatnya mayoritas menengah ke bawah.
Kebetulan saat itu di rumah suami ada anak kampung yang mengaji jika sore dan bermalam. Sekitar tahun 1995 saya mengadakan lomba Ṣalat, di antara peserta ṣalat itu ada anak yang sudah kelas 5 MI/SD. Saat membaca bacaan sujud dan ruku’ bacaannya ada yang salah, yaitu wabihamdih dibaca wabihamdim, dan kesalahan ini diulang berkali-kali tanpa merasa salah, meski sebagian penonton ada yang tertawa terpingkal-pingkal dia tetap tenang melanjutkan ṣalatnya sampai selesai. Pada tahun yang sama kebetulan saya juga mengajar di sebuah lembaga Pendidikan Islam tingkat SLTP, saat itu saya merasakan sulitnya membenahi bacaan qur’an dan ṣalat bagi mereka yang terlanjur besar, selain itu juga ada anak yang memang benar-benar belum bisa ṣalat.
Berlatar belakang dari kedua peristiwa tersebut kemudian Pada Tahun 1995 itu pula kami mendirikan lembaga pendidikan Diniyah, masuk sore (setelah aṣar), dengan maksut supaya bisa membimbing anak-anak sejak kecil tentang pelajaran keagamaan. Pada awal berdiri, muridnya langsung lumayan banyak, tapi dalam proses pembelajaran tidak bisa berjalan sebagaimana yang kami rencanakan, karena muridnya yang datang tidak mesti, kadang banyak kadang sedikit, istilah jawanya (rog-rog asem), alasannya macam-macam, ada yang membantu orangtua, ada yang mengerjakan tugas sekolah pagi dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengalaman di atas akhirnya kami berfikir, “berarti pembekalan pelajaran Agama ini akan bisa berhasil kalau dijadikan satu dengan proses pembelajaran formal pada pagi hari”, dari situlah akhirnya pada tahun 1996 kami merintis lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (RA Taman Santri), saya sendiri yang menduduki posisi Kepala.
Pertama berdiri muridnya 18 (delapan belas), dan Alhamdulillah lambat laun mengalami peningkatan, meskipun tidak langsung drastis. Untuk melanjutkan dasar pendidikan yang telah didapat di RA, kemudian pada tahun 1998 mendirikan lembaga Pendidikan Dasar, yaitu MI Taman Santri, posisi Kepala yang ada di RA diserahkan kepada guru lain yaitu Ustadzah Sri Sunarti, kemudian saya menjadi Kepala MI. Kedua lembaga ini berada di bawah naungan Yayasan Ponpes. Roudlatul Muta’allimin (=Taman Santri), saat itu sampai sekarang diasuh oleh Bpk. Miftah Badri (suami saya).
Dalam mengembangkan Pendidikan ini, kami memang harus bersabar, karena jarak satu kilo meter dari Madrasah Taman Santri ini sudah ada beberapa Lembaga Pendidikan yang sama, sementara dalam bersaing kami tetap ingin menggunakan cara-cara yang sehat, saling menjaga perasaan teman yang ada di lembaga lain yang sama-sama dalam satu perjuangan.
Sesuai dengan niat awal, bahwa kami mendirikan Lembaga Pendidikan ini adalah untuk memberikan bekal dasar-dasar pendidikan agama sejak dini, maka dalam pengembangannya pun selain kurikulum umum kami juga menambahkan beberapa mata pelajaran agama yang kami anggap penting, di antaranya adalah belajar membaca dan menulis Al-qur’an serta praktek ṣalat, serta pelajaran tauhid.
Dengan adanya beberapa mata pelajaran muatan lokal yang kami masukkan itu, maka kami kesulitan membagi waktu, akhirnya sekitar tahun 2003 jam belajar kami tambah, yaitu pulang pukul 14.00 WIB untuk hari Senin-Kamis, kemudian pada tahun-tahun berikutnya kami tambah lagi pulang pukul 14.45 WIB.
Dengan adanya penambahan jam belajar ini pada awalnya sebagian wali murid ada yang merasa keberatan, tapi setelah dijelaskan maksudnya dan merasakan manfaatnya, akhirnya al-hamdulillah mereka bisa mengerti, bahkan ada yang merasa senang. Untuk melampaui masa ini tidak mudah memang, karena pernyataan sinis dari beberapa orang juga sering kami dengar.
Dari segi fisik saat itu memang madrasah ini masih cukup memprihatinkan, belum layak untuk ditempati belajar dengan durasi waktu yang cukup lama dalam sehari, tapi mau bagaimana lagi, karena memang kemampuan yang ada saat itu masih seperti itu, sementara proses pembelajaran agama harus segera dimulai dengan penanganan yang baik. (Bagaikan makan buah simalakama memang).
Sejak berdirinya lembaga tersebut, kami terus berpikir, bagaimana cara mengoptimalkan hasil dari proses pembelajaran yang ada, sehingga apa yang menjadi keprihatinan kami akan benar-benar menemukan solusi, dan bisa menyaksikan anak-anak menuju masa depan dengan penuh percaya diri dan berada dalam koridor yang sesuai dengan tuntunan Agama.
Karena itulah, ketika mendengar ada pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan pendidikan anak, kami berusaha untuk mengikutinya, meski harus ke Surabaya. Saat itu kami belum mendengar issue tentang sertifikasi guru, jadi kami mengikuti pelatihan memang murni ingin meningkatkan kualitas diri. Kalau akhirnya sertifikat kami ada manfaatnya, yah… itu adalah anugerah dari Allah.
Selain mengikuti pelatihan-pelatihan yang hanya sehari/ dua hari, kami pun berusaha mengikuti kursus-kursus yang membutuhkan waktu bulanan atau bahkan tahunan. Pada tahun 2002, saya ikut kursus B.Inggris di BEC Pare selama enam bulan, karena saya ingin bisa mengajak anak-anak bicara B. Inggris, saat itu saya merupakan murid perempuan tertua ditambah super tertinggal kemampuan B. Inggrisnya dibanding peserta yang lain, kebanyakan peserta yang lain itu sebelum masuk ke BEC belajar tata bahasa dulu di beberapa kursusan yang ada di sekitar BEC, sementara saya dari yang belum bisa apa-apa langsung saja masuk, akhirnya saya menjadi murid yang menjadi perhatian guru karena kenekatannya, he..he… Syukurlah, guru-guru yang ada bijaksana, meski dengan nilai yang super pas-pasan akhirnya saya diluluskan, dan al-hamdulillah setelah kursus saya yang dulu sama sekali tidak bisa B. Inggris, mulai berani bicara B. Inggris meskipun masih belepotan, semoga ilmu ini manfaat dan barakah, Amiin.
Pertengahan tahun 2006 kami (sebagian guru-guru MI Taman Santri) mulai mentaṣhihkan bacaaan Qur’an kami kepada Bpk. K. Habib Surowono Canggu, murid K.H. Maftuh Lirboyo, muridnya K. Arwani Kuddus, waktunya setiap sore setelah asar, empat hari dalam satu minggu.
Ketika mentaṣhih itulah kami dianjurkan menggunakan Qur’an Rosm Uṡmani, setelah kami pelajari memang ada beberapa perbedaan antara tulisan qur’an Rosm Uṡmani dan Qur’an Indonesia. Pada awal menggunakan qur’an Rosm Usmani kami merasa kesulitan, tapi setelah terlatih, menjadi mudah.
Kemudian kami berfikir, “kalau begitu alangkah baiknya kalau anak-anak di MI Taman Santri ini dikenalkan Qur’an Rosm Uṡmani sejak dini, tapi bagaimana caranya ya, karena metode baca tulis al-qur’an yang ada, buku-buku nya masih menggunakan tulisan qur’an Indonesia” pikir kami saat itu.
Gayung pun bersambut, pada bulan Desember tahun 2006 ada pelatihan/ pengenalan metode yanbu’a di Kediri yang disampaikan oleh K. Ulil Albab, putra K. Arwani. Saya pun mengikutinya, ketika saya buka buku-buku pegangan untuk murid, ternyata menggunakan tulisan yang merujuk ke Qur’an Rosm Uṡmani. Dalam hati saya bergumam “al-hamdulillah, apa yang sedang kami pikirkan kini terjawab, (Allahu Akbar)”.
Karena itulah ketika tashih qur’an kami telah hatam pada bulan Juli 2007 dan dinyatakan lulus. kemudian kami berencana menggunakan panduan buku yanbu’a untuk pembelajaran baca tulis al-qur’an di MI Taman Santri, dan akhirnya rencana itupun terlaksana.
Beberapa tahun kami menggunakan buku panduan yanbu’a, tapi hasilnya kami rasakan belum maksimal, mungkin karena kami belum tahu metodologi yanbu’a yang seharusnya digunakan saat pembelajaran, bertahun-tahun saya mencari informasi tentang metodologi yanbu’a ini, tapi belum juga kami temukan jawabannya, akhirnya di akhir tahun pelajaran 2011-2012 sebagai Kepala Madrasah saya punya inisiatif untuk ganti menggunakan buku lain yang sudah ada metodologinya yang baik, sedangkan pengenalan qur’an Rosm Uṡmani akan kami lakukan nanti ketika mereka sudah bisa membaca al-qur’an, pikir saya saat itu.
Ketika sedang berfikir untuk ganti itulah, Al-hamdulillah kami mendengar Yanbu’a sudah punya metodologi yang baik, akhirnya rencana ganti pun kami gagalkan, kemudian kami mencari informasi di mana kami bisa belajar metodologi tersebut. Al-Hamdulillah ternyata di daerah Kediri pusatnya cukup dekat dengan tempat kami, yaitu Pon. Pes. Sirojul Ulum Semanding Pare.
Akhirnya di saat liburan sekolah akhir tahun pelajaran 2011-2012 kami (guru-guru MI Taman Santri dan RA. Taman Santri) mengikuti diklat metodologi tersebut selama lima hari, dan dilanjutkan bulan Ramadlan ini setiap hari, setelah proses pembelajaran di kelas, kami melakukan mudarrosah (belajar bersama) selama 70 menit, bertempat di MI Taman Santri. Insya Allah nanti setelah libur lebaran akan diterapkan pada anak-anak dan mudarrosah dilanjutkan setiap Jum’at siang. Semoga semua rencana berjalan lancar serta membawa manfaat dan barakah, guru-guru RA maupun MI Taman Santri diberi kesabaran, kekuatan serta keikhlasan dalam belajar, dan semoga segala urusannya diberikan jalan yang terbaik oleh sang Kholiq. Amiin.
Cerita tentang pembelajaran qur’an cukup di sini dulu, sekarang beralih pada cerita yang lain, Pertengahan Tahun 2008, Ka. MI se Kab. Kediri mengadakan Study Banding ke sebuah lembaga Pendidikan Islam di Jawa timur, yang kebetulan jumlah muridnya sudah banyak, yaitu sekitar 1000 lebih. Saat menjelang salat dzuhur, kebetulan saya wudlu bersamaan dengan guru yang mengajar di lembaga tersebut, saya sempat terbengong saat melihat caranya berwudlu, beliau wudlu sangat tidak sempurna, bagian-bagian yang harus dibasuh banyak yang terlewatkan.
Setelah menyaksikan hal tersebut, akhirnya di perjalanan saya berfikir, “jangan-jangan guru di lembaga kami juga ada yang seperti itu, tapi saya tidak tahu”, gumam saya dalam hati.
Akhirnya pengalaman tersebut saya sampaikan kepada guru-guru di lembaga kami, kemudian dengan legowo semua guru di MI Taman Santri praktek wudlu dan saya amati. Alhamdulillah, sebagian besar guru-guru wudlunya sudah bagus, memang ada beberapa guru yang wudlunya kurang sempurna, dan langsung saat itu dilakukan pembenahan. Karena wudlu adalah syarat syahnya salat, kalau wudlunya tidak syah, maka salatnya pun tidak syah, kalau salatnya tidak syah bagaimana kita akan bisa melakukan kebaikan untuk orang lain, termasuk mendidik anak supaya menjadi anak yang solih?, sementara salat adalah tolok ukur dari semua perbuatan.
Cerita di atas adalah catatan buram ketika kami melakukan study banding saat itu. Tapi catatan lain yang menggembirakan tentang lembaga pendidikan ini juga banyak, selain muridnya yang sudah banyak, gedungnya yang lumayan megah, juga kegiatan-kegiatan siswa yang cukup bagus.
Dulu (sebelum tahun 2008) setiap kali setelah melakukan study banding ke lembaga-lembaga yang sudah lebih mapan dari kami, saya sering merenung dan kadang sampai meneteskan air mata, dalam hati saya bergumam “kapan ya… anak-anak di lembaga kami bisa menikmati proses pembelajaran dengan fasilitas yang memadai dan nyaman?”.
Tapi saat itu saya tidak lagi demikian, karena pada bulan Maret 2008 kami (sebagian besar guru-guru MI Taman Santri) telah mengikuti pelatihan Pembelajaran Inovativ di hotel Lotus Kediri, pembicaranya Bpk. Suhadi Fadjaray/ Bpk. Suhadi Indraprasta dari Surabaya.
Pelatihan saat itu disampaikan dengan suasana yang menyenangkan dan sangat segar, bahasanya cukup komunikatif dan santun, kami dibuat tertawa berkali-kali mengingat kebodohan serta kesalahan kami selama ini. Dalam hati saya bergumam, “terimakasih Tuhan, pelatihan seperti inilah yang selama ini kami tunggu-tunggu, pelatihan yang praktis dan aplikatif”, benar-benar pelatihan yang mencerahkan, yang berhasil meng-update pola pikir kami.
Setelah mengikuti pelatihan tersebut, pola pikir kami menjadi berubah, kami semakin fokus untuk berusaha membenahi kualitas diri, merubah cara-cara lama yang sering kami gunakan dalam mendidik yang tidak ramah anak menjadi cara-cara baru yang lebih menyenangkan dan ramah anak. Selain itu kami juga berusaha memanfaatkan fasilitas yang ada di lingkungan kami semaksimal mungkin, meski dalam keterbatasan , (the man behind the gun), senjata itu tergantung dari siapa yang memegangnya. (Senjata yang sederhana jika dipegang oleh orang-orang yang terlatih/ kreatif maka akan bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa, sebaliknya meskipun senjata itu canggih tapi kalau dipegang oleh orang yang biasa-biasa saja maka fungsi pedang itu juga biasa-biasa saja).
Kebetulan halaman Madrasah ini cukup luas, jadi anak-anak pun belajar tidak harus selalu di dalam gedung tapi sering kali mereka kami ajak belajar di ruang terbuka/ halaman. Bagi sebagian orang/ masyarakat yang belum mengerti perkembangan ilmu pendidikan hal ini dipandang aneh, bahkan kadang memunculkan penilaian negative. Tapi setelah dijelaskan lambat laun mereka akhirnya mengerti.
Dengan demikian, semoga suatu saat nanti jika Allah telah berkenan memberi kelapangan rizki kepada Madrasah ini, rizki tersebut benar-benar bisa membawa manfaat yang besar, dan membawa barakah. Sebaliknya sebelum kelapangan itu datang semoga kami tetap semangat dan menikmati tugas kami dengan tanpa mengeluh dan tetap berbesar hati.
Setelah pola pikir kami berubah, serta cara-cara kami mendidik juga berubah, ternyata hasilnya, al-hamdulillah, kami yang dulu suka merasa pusing/ bahkan stress kalau menghadapi anak yang bertingkah aneh-aneh, telah berubah, kami bisa mendidik dengan lebih tenang, sabar, menikmati dan anak-anak juga terlihat lebih bahagia dan lebih mudah dimotivasi untuk berbuat yang lebih positiv.
Saya sebagai KA. MI. juga tidak segan-segan minta maaf di depan anak-anak atas kesalahan saya dalam mendidik selama ini, terutama kepada mereka yang sudah agak besar, saya juga menjelaskan kepada mereka ternyata cara-cara kami dalam mendidik selama ini banyak yang kurang pas, dan kami akan berusaha untuk berubah. Hal ini saya sampaikan supaya mereka tidak bingung dengan perubahan kami yang drastis saat itu.
Manusia tak beda seperti batteray HP/ Lap Lop yang perlu discharge, supaya pikiran selalu segar dan terus berfungsi dengan baik, maka ketika ada pelatihan-pelatihan yang disampaikan oleh Bpk. Suhady Fadjaray di Kediri kami pun mengikutinya untuk meng upgreat kemampuan kami dalam mendidik. Sampai sekarang di antara guru-guru MI Taman Santri sudah ada yang pernah mengikuti sampai 5 kali, 6 kali, 7 kali bahkan ada yang sampai 10 kali. Yang membuat saya terharu sekaligus bangga, guru-guru ini mengikuti pelatihan tersebut atas kesadaran diri, dan biaya yang digunakan juga murni dari kantong pribadi.
Selain guru-guru, sebagian wali murid MI Taman Santri juga pernah mengikuti pelatihan Bpk. Suhadi ini yang berkaitan dengan ilmu parenting, subhanallah, hasilnya sungguh luar biasa, ketika saya lakukan penelitian/ wawancara baik dengan anak maupun orang tua yang pernah ikut pelatihan, jawaban anak dan orang tua sungguh menggembirakan.
Rata-rata anak mengatakan “ibu saya sekarang lebih sabar, kalau dulu suka membentak-bentak sekarang sudah tidak lagi, sekarang kalau bicara pelan-pelan” bahkan ada yang cerita “ibu saya memeluk saya sambil menangis, kemudian minta maaf kepada saya, sekarang ibu juga lebih sabar, kalau dulu suka memukuli saya sekarang tidak lagi, kalau bicara juga tidak bentak-bentak lagi”.
Ketika saya lakukan crosscek dengan orang tua, ternyata benar, bahkan di antara mereka ada yang bercerita sambil menangis, dan mereka mengatakan suatu saat berharap ada lagi pelatihan seperti itu, supaya selalu ingat.
Di masa-masa sekarang ini jika kami masih sering menemukan pejabat atau guru baik dari KEMENDIKNAS maupun KEMENAG yang masih suka menggunakan cara-cara lama, yaitu sering mencari-cari kesalahan, mencela, atau mengancam, dan tidak bisa menghargai orang lain kami hanya bisa merasa prihatin.
“Kalau pejabat yang dianggap public figure, lebih-lebih yang ada di dunia pendidikan sikapnya masih seperti itu, lalu dari mana masyarakat bisa belajar kebaikan, kapan Indonesia akan maju, kapan bangsa Indonesia bisa bersikap santun, kapan bangsa Indonesia bisa memiliki kepercayaan diri yang kuat serta kepribadian yang luhur”?, itulah pertanyaan yang berkecamuk di pikiran kami.
Sebaliknya jika kami menemukan ada pejabat yang baik, ramah, santun serta bisa menghargai jerih payah orang lain, (memiliki kepribadian yang baik) dalam berhubungan dengan orang lain, bahagia rasanya hati ini, dan diam-diam kami bersyukur dan berdo’a “Al-hamdulillah telah engkau munculkan seseorang yang bisa menjadi uswatun hasanah bagi masyarakat, Ya…. Allah, panjangkanlah umurnya, baguskanlah posisinya, bimbinglah selalu dia dan selamatkanlah dunia akhirat”.
Sekarang ini kami di MI Taman Santri sedang mempersiapkan Re-Generasi, do’anya ya… semoga lancar, dan pada 2013 nanti terpilih KA. MI. baru yang lebih fress, energik, serta amanah. Dan semoga kami bisa saling menguatkan, bisa kerja sama dengan baik dalam memajukan MI. Taman Santri. Amiin.
Pembaca yang baik hati, MI Taman Santri, sangat mengharapkan dukungan dari pihak manapun. Saat ini MI Taman Santri masih punya lahan yang siap dibanguni ruang guru, laboratorium, perpustakaan serta gedung pertemuan. Selain itu Sebagian besar guru-guru di MI Taman Santri juga sudah siap untuk memanfaatkan Multi Media pembelajaran jika sudah punya.
Karena itulah, jika di antara pembaca ada yang bisa membantu pengadaan barang yang dibutuhkan, kami ucapkan beribu terimakasih, dan Jazakumullah Ahsanal Jaza.
Masyarakat di sekitar MI Taman Santri beberapa tahun terakhir ini sudah mulai peduli dan ikut memikirkan proses pendidikan yang ada di MI Taman Santri, antara komite Madrasah dan Ka. MI juga terjalin hubungan yang harmonis, setiap tiga bulan sekali Ka. MI melaporkan keuangan kepada Yayasan dan Komite, ketika MI Taman Santri merehab atau membangun gedung, masyarakat pun dengan senang hati membantu sesuai kemampuan mereka. Karena keadaan ekonomi masyarakat sekitar mayoritas menengah ke bawah, maka kebutuhan yang berupa materi belum bisa terpenuhi secara menyeluruh.
Demikian tulisan ini, jika ada tutur kata atau bahasa yang kurang berkenan, semoga dimaafkan.
* Kepala MI Taman Santri Kediri